>>
Berita Terkini


Prospek Perfilman Indonesia pada 2009

JAKARTA -- Pada 2009, dunia perfilman Indonesia diharapkan mengalami perbaikan. Perubahan tersebut, paling utama, yaitu pertumbuhan bioskop, perubahan pola pikir kebanyakan produser, dan dukungan pemerintah. Setidaknya, beberapa hal itu menjadi catatan penting dari Deddy Mizwar dan Hanung Bramantyo.

Secara kuantitas, produksi film Indonesia pada 2008 meningkat. Menurut Deddy, ada 81 judul yang tayang di bioskop. "Tapi, ada indikasi set back ke era 1980-an," ujarnya kepada Jawa Pos kemarin.

Yang membuat aroma film era tahun 1980-an terasa kembali di 2008 adalah masih banyaknya genre horor dan komedi seks. "Memang terjadi perubahan generasi, pelakunya berbeda, tapi temanya sama. Hanya, lebih baik secara teknis," kritik ketua Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N) itu.

Wajar saja, lanjut Deddy, mengingat masih banyak produser dengan pola pikir yang lebih mengedepankan tema-tema seperti itu. "Orangnya bisa saja berbeda. Tapi, ini ibaratnya generasi keduanya," ujar sutradara dan pemeran utama film Nagabonar Jadi 2 itu.

Dampaknya, kata Deddy, setiap sineas yang datang dengan membawa film bertema berbeda sering ditolak. "Maka, harus ada terobosan pada 2009 ini agar film Indonesia tidak kolaps lagi karena terlalu banyak diisi film yang kurang bermanfaat," sarannya.

Beruntung, pemenang Festival Film Indonesia (FFI) 2008, film Fiksi, termasuk karya bagus. Menurut Deddy, pembuatnya, Mouly Surya, adalah generasi muda yang sedang tumbuh. "Tinggal apakah dia bisa bertahan dengan kualitasnya itu karena dia berada di tengah kondisi seperti sekarang ini," ucapnya.

Hanung menambahkan, sepanjang 2008 perfilman Indonesia sebenarnya merilis beberapa judul film berkualitas. Dalam arti, temanya mendidik dan digarap dengan sangat baik. "Tapi, karena (pemain dan judulnya) tidak sensasional, akhirnya ditinggalkan penonton," ungkapnya.

Penonton Indonesia, menurut Hanung, dalam memilih film masih banyak yang sangat bergantung kepada unsur sensasional semacam itu. Padahal, filmnya belum tentu berkualitas. "Seharusnya, dari melihat posternya saja, penonton harus bisa membaca akan seperti apa film itu," tutur sutradara film Ayat Ayat Cinta (AAC) yang meraup lebih dari tiga juta penonton itu.

Hal itu yang menimbulkan kekhawatiran banyak pelaku film sehingga pada akhirnya memproduksi film komedi seks dan sejenisnya menjamur.

assalamu alaikum